Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan dalam pengadaan barang dan/atau jasa. Lebih lanjut, sebagaimana diterangkan OJK, kegiatan usaha perusahaan pembiayaan di Indonesia cukup beragam, yakni sebagai berikut.
- Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa pembiayaan (finance lease) atau sewa operasional (operating lease)
- Anjak piutang (factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan serta pengurusan atas piutang tersebut.
- Usaha kartu kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan /atau jasa menggunakan kartu kredit.
- Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan pembiayaan tentu memiliki sejumlah kewajiban tersendiri. Adapun kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan pembiayaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau dikenal juga dengan UU P2SK.
Kehadiran UU P2SK sendiri dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan nasional yang didukung dengan perekonomian yang tangguh melewati pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang lebih optimal sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks dan beragam.
Kehadiran 27 bab dan 341 pasal dalam UU P2SK sendiri mengubah sejumlah pasal dalam 17 peraturan perundang-undangan di sektor keuangan, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara;
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan;
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang;
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro;
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan; dan
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Kewajiban-Kewajiban Perusahaan Pembiayaan
Lebih lanjut, berdasarkan UU P2SK, perusahaan pembiayaan berkewajiban untuk melakukan sejumlah hal, yakni:
- Melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK (Pasal 121 UU P2SK).
- Menerapkan manajemen risiko secara efektif yang sesuai dengan pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam POJK yang setidaknya mencakup (Pasal 122 UU P2SK):
- pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, Dewan Pengawas Syariah, pengurus, pengawas, dan pengelola;
- kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko;
- kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan
- sistem pengendalian internal yang menyeluruh.
- Memenuhi persyaratan tingkat kesehatan sebagaimana diatur dalam POJK (Pasal 123 UU P2SK).
- Menjadi anggota atau bagian salah satu asosiasi yang sesuai dengan jenis usahanya dengan catatan asosiasi yang dipilih telah mendapatkan persetujuan tertulis dari OJK. Keterlibatan dalam asosiasi merupakan bentuk dorongan OJK kepada perusahaan pembiayaan untuk membangun pengawasan berbasis disiplin pasar dalam rangka penguatan atau penyehatan industri usaha jasa pembiayaan (Pasal 126 UU P2SK).
- Menyampaikan laporan bulanan, laporan keuangan tahunan, dan/atau laporan lainnya secara sebenarnya kepada OJK sebagai langkah mendukung pengawasan OJK terhadap penyelenggara usaha jasa pembiayaan (Pasal 128 ayat (1) dan (2) UU P2SK) .
Untuk memenuhi kewajiban perusahaan pembiayaan secara komprehensif, Hukumonline melalui Regulatory Compliance System (RCS) menghadirkan solusi teknologi bagi perusahaan untuk memudahkan proses mengidentifikasi, menganalisis, hingga mengupas secara detail kewajiban-kewajiban hukum yang harus dipenuhi. Bagaimana RCS melakukannya?
Pemantauan Kewajiban Hukum Cukup dalam Satu Platform
RCS mampu menganalisis dan mengekstraksi setiap kewajiban hukum perusahaan pembiayaan, baik berdasarkan UU P2SK, POJK, dan/atau peraturan yang tersebar dalam 17 peraturan perundang-undangan di sektor keuangan lainnya.
Selalu Ter-update dengan Perubahan Peraturan
Dengan teknologi RCS, pelaku usaha dapat dengan mudah memantau tingkat kepatuhan hukum perusahaan secara terkini atau real-time sehingga dapat meningkatkan level kepatuhan hukum.
Proses Audit Kepatuhan Perusahaan Lebih Efisien
Penyusunan aspek kepatuhan hukum secara sistematis dan komprehensif dalam RCS juga menjadi poin tambahan bagi pengguna dalam mempermudah melakukan audit.
Dengan keunggulan-keunggulan yang ditawarkan oleh RCS, pelaku usaha tak lagi perlu mengkhawatirkan risiko-risiko hukum dari tidak terpenuhinya peraturan akan izin lingkungan pun peraturannya yang berubah-ubah.
Tunggu apalagi? Coba sendiri manfaat dari RCS sekarang. Dapatkan informasi lebih lanjut terkait Regulatory Compliance System dan request demo gratis dengan klik di sini.
Dapatkan solusi terbaik bagi kepatuhan hukum perusahaan Anda sekarang.