oleh Evira Novitasari
30 Sep 2022
dibaca 4 menit
pexels-alexander-igrevsky-1870809.jpg
hukumonline linkedinhukumonline twitterhukumonline whatsapphukumonline facebook
Sertifikasi ISPO: Wujud Konkret Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia
Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden No. 44 tahun 2020, Pemerintah mewajibkan sertifikasi ISPO bagi seluruh pelaku usaha kelapa sawit.

Mengingat situasi dan kondisi bumi saat ini, aspek kelestarian lingkungan sangatlah penting untuk diperhitungkan. Dalam aktivitas industri misalnya, penerapan aspek kelestarian lingkungan diperlukan demi terwujudnya industri berkelanjutan. Lebih lanjut, pada sektor kelapa sawit, pemerintah telah menerbitkan program Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan memberlakukan sertifikasi ISPO sebagai standar pelestarian lingkungan. 

Melalui webinar Hukumonline Compliance Talks #7 (28/09), Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan asosiasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memaparkan visi pemerintah melalui ISPO dan tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam menerapkan sertifikasi ISPO kelapa sawit.

Baginda Siagian, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian RI, memaparkan bahwa Indonesia saat ini menjadi negara pengekspor kelapa sawit terbesar. Kelapa sawit bahkan menjadi komoditas pertanian terbesar dengan sumbangsih aktivitas ekspor sebanyak 90%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspor kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan, sekalipun di satu sisi memiliki tantangan tersendiri.

Sebagaimana telah diterangkan, untuk mendukung industri kelapa sawit yang berkelanjutan, pemerintah telah memberlakukan sertifikasi ISPO. Penerapan ISPO di Indonesia dilandaskan pada tiga visi berikut.

  1. Dalam rangka memastikan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO.
  2. Meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional.
  3. Meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.

Kerangka Hukum Penerapan dan Sertifikasi ISPO di Indonesia

Untuk meneguhkan penerapan ISPO di Indonesia, pemerintah setidaknya telah menerbitkan beberapa regulasi sebagai dasar hukum penerapan ISPO di Indonesia. Adapun peraturan-peraturan yang mengaturnya, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan (yang menjadi acuan Permentan No. 19/2011 dan No. 11/2015);
  2. Peraturan Menteri Pertanian No. 19 tahun 2011;
  3. Undang-Undang No. 39 tahun 2014;
  4. Peraturan Menteri Pertanian No. 11 tahun 2015;
  5. Peraturan Presiden No. 44 tahun 2020; dan
  6. Peraturan Menteri Pertanian No. 38 tahun 2020.

Perkembangan Sertifikasi ISPO 

Membahas perjalanan pemberlakukan sertifikasi ISPO di Indonesia, Baginda Siagian memaparkan bahwa seiring berjalannya waktu, ketentuan sertifikasi ISPO pun semakin ditekankan untuk dipatuhi oleh pelaku usaha perkebunan. 

Dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 19 tahun 2011, sertifikasi ISPO diwajibkan bagi perusahaan perkebunan terintegrasi. 

Kemudian, pada Peraturan Menteri Pertanian No. 11 tahun 2015, sertifikasi ISPO masih bersifat sukarela bagi pekebun plasma, swadaya, dan biofuel.

Selanjutnya, dalam Peraturan Presiden No. 44 tahun 2020, perubahan mulai terjadi secara signifikan. Peraturan ini menerangkan bahwa penerbitan sertifikat ISPO diserahkan kepada lembaga sertifikasi ISPO. Selain itu, kewajiban sertifikasi ISPO wajib dipenuhi pelaku usaha perkebunan, termasuk pekebun swadaya, plasma, dan biofuel

“Dengan demikian, penerapan sertifikasi ISPO saat ini tidak ada yang bersifat sukarela, dan ini meneguhkan kewajiban bagi pelaku usaha perkebunan untuk mengimplementasikan ISPO. Hal ini membutuhkan kerja keras dan upaya secara masif dari berbagai pihak agar dapat terimplementasi dengan baik”, terang Baginda.

Baginda Siagian juga menyampaikan bahwa dengan diberlakukannya kewajiban sertifikasi ISPO kepada seluruh pelaku usaha perkebunan, target Kementerian Pertanian RI untuk melaksanakan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di Indonesia pada 2025 mendatang dapat tercapai. 

Screenshot (367).png

Poin perubahan sertifikasi ISPO berdasarkan Permentan 11/2015 dan Permentan 38/2020

Sumber: materi Baginda Siagian, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian RI

Syarat Sertifikasi ISPO

Membahas terkait apa saja persyaratan sertifikasi ISPO, Baginda Siagian memaparkan bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan syarat ISPO yang wajib dipenuhi perusahaan perkebunan dan pekebun. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Syarat sertifikasi ISPO untuk Perusahaan Perkebunan:

  1. Izin Usaha Perkebunan;
  2. Bukti Kepemilikan Hak atas Tanah;
  3. Izin Lingkungan;
  4. Penetapan Kelas Kebun dari pemberi izin usaha perkebunan (kelas I, II, dan III); dan
  5. memiliki auditor internal yang memahami prinsip dan kriteria ISPO.

Syarat sertifikasi ISPO untuk Pekebun:

  1. Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan;
  2. Bukti Kepemilikan Hak atas Tanah;
  3. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL); dan
  4. memiliki Tim Sistem Kendali Internal (Internal Control System/ICS).

Di akhir paparannya, Baginda Siagian menekankan bahwa berbagai prinsip dan kebijakan ISPO yang saat ini diterbitkan oleh Kementerian Pertanian RI dilaksanakan semata-mata agar tercapainya target implementasi ISPO pada tahun 2025.

Pada saat yang bersamaan, Ismu Zulfikar, Kompartemen Sertifikasi ISPO GAPKI, memaparkan sudut pandang GAPKI sebagai asosiasi pengusaha kelapa sawit dalam penerapan ISPO di Indonesia.

Disampaikan Ismu Zulfikar bahwa mewujudkan industri kelapa sawit nasional yang berkelanjutan merupakan visi utama dari GAPKI. Sehubungan dengan ini, GAPKI sebagai asosiasi pengusaha kelapa sawit mendukung penuh atas pelaksanaan ISPO di Indonesia.

Untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan ISPO, Ismu Zulfikar memaparkan setidaknya ada tiga hal yang dilakukan oleh GAPKI sebagai berikut.

  1. GAPKI mendukung inisiatif pemerintah dengan berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan Inpres RAN KSB (National Action Plan for Indonesian Sustainable Palm Oil).
  2. GAPKI membantu pencapaian sertifikasi ISPO 100% untuk anggota GAPKI.
  3. Mendukung anggota dalam inisiatif program sustainability; PROPER, Pengelolaan Gambut yang Berkelanjutan, Konservasi Biodiversity, dan sebagainya.

Progres Pencapaian Sertifikasi ISPO Nasional

Terkait pencapaian sertifikasi ISPO nasional oleh pelaku usaha kelapa sawit, Ismu Zulfikar juga menerangkan bahwa penerapan sertifikasi ISPO nasional terus mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun. 

Dilanjutkannya pula, berdasarkan data, dari 895 sertifikasi ISPO yang telah dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan, sebesar 63%-nya dilakukan oleh anggota GAPKI.

 

Screenshot (369).png

Progres Sertifikasi ISPO Nasional

Sumber: materi Ismu Zulfikar, Kompartemen Sertifikasi ISPO GAPKI

Hambatan Implementasi Sertifikasi ISPO 

Meski meningkat signifikan, faktanya tantangan dan hambatan masih kerap dilakukan pelaku usaha. Disampaikan Ismu Zulfikar, setidaknya ada empat tantangan dan hambatan yang kerap dihadapi pelaku usaha kelapa sawit dalam mengimplementasikan sertifikat ISPO. 

Pertama, masih banyak pelaku usaha kelapa sawit yang mengalami kendala dalam melaksanakan penilaian usaha perkebunan (PUP) sebagai bagian dari persyaratan ISPO. 

Kedua, adanya tumpang tindih perizinan lahan (HGU dengan kawasan hutan), sehingga perusahaan tidak dapat melakukan sertifikasi ISPO.

Ketiga, proses penyelesaian perpanjangan atau pengurusan HGU dipandang membutuhkan waktu yang lama. 

Terakhir, dalam mengurus sertifikasi ISPO, pelaku usaha seringkali kesulitan dalam melakukan pengurusan perizinan lingkungan sesuai dengan peraturan terbaru (sebagai contoh, LA, TPS Limbah B3, dan sebagainya).

Berdasarkan pemaparan kedua narasumber, dapat disimpulkan bahwa demi menjaga kelestarian lingkungan, pemerintah senantiasa memperbarui regulasi agar dapat mempermudah penerapan kebijakan bagi pelaku usaha. Dinamisnya perkembangan regulasi sering kali menjadi tantangan bagi pelaku usaha untuk mengetahui dan memahami kewajiban hukum yang muncul dari regulasi terbaru. 

Kini, pelaku usaha dapat memanfaatkan teknologi mutakhir untuk mempermudah pelaku usaha dalam mengetahui kebijakan dan kewajiban hukum terbaru. Regulatory Compliance System hadir dengan memanfaatkan berbagai teknologi terkini dan didukung Artificial Intelligence (AI) agar seluruh aktivitas kepatuhan hukum, ekstraksi kewajiban hukum, dan pelaksanaan audit dapat dilakukan secara real-time.
Dapatkan secara langsung manfaat RCS dengan mengajukan demo secara gratis di sini untuk merasakan manfaat Regulatory Compliance System.

Bagikan artikel ini
hukumonline linkedinhukumonline twitterhukumonline instagramhukumonline facebook
Artikel dan Insight Terkini
Kami memahami bisnis dan tantangan Anda.
Dapatkan solusi terbaik bagi kepatuhan hukum perusahaan Anda sekarang.
Hubungi Kami
whatsapp contact