rcs-usecase-1.jpg
oleh Tim Hukumonline

Begini Cara Praktis Perusahaan Ekstraktif Lakukan Pembaruan Regulasi hingga Level Kewajiban

Bagi sebuah perusahaan di bidang ekstraktif, divisi Health, Safety, Environment (HSE) merupakan ujung tombak kepatuhan regulasi terkait keamanan dan keselamatan tenaga kerja, serta lingkungan.

Demi menjaga kepatuhan perusahaan, divisi HSE seyogyanya memantau regulasi secara berkala. Salah satu regulasi yang dipantau adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (UU 32/2009). Kewajiban-kewajiban yang berasal dari UU 32/2009 biasanya merupakan kewajiban yang memiliki prioritas tinggi dalam perusahaan; mengingat kewajiban-kewajiban tersebut diikuti sanksi pidana untuk korporasi, seperti sanksi pidana terhadap pelanggaran baku mutu, pengelolaan limbah, hingga aspek perizinan.

Sayangnya, pemantauan regulasi yang dilakukan divisi HSE sering kali memiliki tantangan dan kesulitan tersendiri. Sebagai contoh, pemantauan regulasi secara manual–dilakukan dengan menginput daftar peraturan dan merinci kewajiban perusahaan menggunakan Microsoft Excel–dapat saja berisiko human error ; hingga alokasi waktu dan tenaga yang inefisien.

Di sisi lain, divisi HSE tidak dapat melihat update secara real time. Pasalnya, selain kewajiban yang berdasarkan peraturan, ada pula kewajiban berdasarkan suatu perizinan tertentu. Ini belum termasuk minimnya sumber daya dalam divisi HSE yang kadang kala menjadi masalah dalam pemantauan dan pembaruan regulasi hingga level kewajiban.

Sebagai contoh, penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker)berdampak pada perubahan banyak ketentuan dalam UU 32/2009. UU Ciptaker melahirkan peraturan pemerintah baru terkait perubahan UU 32/2009, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP 22/2021). Pembaruan akibat terbitnya peraturan ini berdampak pada 180 Kewajiban yang diubah, 228 Kewajiban yang baru, dan 39 kewajiban yang dicabut.

Selanjutnya, PP 22/2021 melatarbelakangi lahirnya peraturan-peraturan berikut:

  1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
  2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
  3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
  4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 11 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi mesin dengan Pembakaran Dalam.
  5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Lithium.
  6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Secara Terus-Menerus

Dengan lahirnya peraturan-peraturan pelaksana PP 22/2021, akan terdapat banyak kewajiban baru, kewajiban yang diubah, atau kewajiban yang dicabut. Segala perubahan tersebut harus diaplikasikan oleh seluruh perusahaan yang terdampak.

Belum selesai dengan penyesuaian UU Ciptaker dan peraturan pelaksananya, pada November 2021 Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Ciptaker inkonstitusionalitas bersyarat. MK menyatakan, UU Ciptaker masih tetap berlaku secara bersyarat. Pemerintah diberikan waktu selama dua tahun untuk memperbaikinya, dan dilarang untuk menerbitkan peraturan turunan baru untuk sementara waktu. Berarti maksimal dua tahun sejak November 2021, akan terdapat perbaikan dari UU Ciptaker. Perbaikan tersebut pastinya berdampak kepada berbagai industri, termasuk industri ekstraktif. Divisi HSE diharapkan dapat memperbarui kembali daftar peraturan yang berkaitan dengan bisnis perusahaan; sekaligus merinci kewajiban perusahaan berdasarkan peraturan-peraturan baru yang relevan.

Ekspektasi besar yang diberikan perusahaan kepada divisi HSE tentunya semakin sulit mengingat seluruh pekerjaan tersebut tidak jarang dilakukan secara manual dan berkala. Sesuai dengan komitmen kami selama lebih dari dua dekade untuk selalu menjadi bagian dari solusi, Hukumonline kini membangun Regulatory Compliance System (RCS), platform karya anak bangsa berbasis AI yang dapat menjadi solusi dari permasalahan atau kesulitan HSE dalam melakukan pemantauan regulasi sampai dengan pemetaan kewajiban-kewajiban hukum sesuai dengan scope atau lini bisnisnya. Fitur Automatic Content Update dalam RCS memudahkan divisi HSE untuk selalu meng-update perubahan regulasi hingga ekstraksi kewajiban yang bersifat dinamis.

Namun, tidak hanya level kewajiban. Terkadang, suatu kewajiban perizinan memuat beberapa actionable items yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh para PIC kewajiban tersebut. Itu sebabnya, fitur Obligation Checklist juga dapat digunakan untuk mempermudah merinci items tersebut.

Selain itu divisi HSE juga dapat memonitor pemenuhan kewajiban tersebut dengan fitur Compliance Monitor dari RCS.

Kami memahami bisnis dan tantangan Anda.
Dapatkan solusi terbaik bagi kepatuhan hukum perusahaan Anda sekarang.
Hubungi Kami
whatsapp contact