pexels-tom-fisk-3057960.jpg
oleh Stacia Febby Pricillia

Pembaharuan Kebijakan Impor dalam Rangka Meningkatkan Efektivitas Pengendalian Impor di Indonesia

Dalam melakukan kegiatan impor, Perusahaan perlu memenuhi sejumlah ketentuan impor barang. Berikut sejumlah ketentuannya.

Sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat efektivitas pengendalian impor, pemerintah telah mengatur kembali kebijakan dan pengaturan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (yang selanjutnya disebut sebagai “Permendag 36/2023”). 

Dengan ditetapkannya Permendag 36/2023, ada sejumlah ketentuan yang dicabut, antara lain:

  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 406/MPP/Kep/6/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya;
  2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perlakuan Penundaan atas Ketentuan Pembatasan dan Tata Niaga Impor di Kawasan Ekonomi Khusus; dan
  3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (yang selanjutnya disebut sebagai “Permendag 20/2021”).

Lebih lanjut, meski sejumlah peraturan tersebut telah dicabut, dalam Permendag 36/2023 terdapat sejumlah aturan yang terkesan serupa dengan peraturan terdahulu. Akan tetapi, ada sejumlah pembeda yang juga terlihat jelas, misalnya perihal NIB dan API sebagaimana dibahas dalam paparan berikut. 

Seperti halnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 Permendag 20/2021, ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 Permendag 36/2023 juga mewajibkan importir untuk memiliki Nomor Induk Berusaha (yang selanjutnya disebut sebagai “NIB”) yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir (yang selanjutnya disebut sebagai “API”). 

NIB yang berlaku sebagai API tersebut terdiri atas Angka Pengenal Importir Umum (yang selanjutnya disebut sebagai “API-U”) dan Angka Pengenal Importir Produsen (yang selanjutnya disebut sebagai “API-P”). 

Namun terdapat hal mencolok yang menjadi pembeda antara ketentuan NIB yang berlaku sebagai API pada Permendag 36/2023 dengan Permendag 20/2021, di mana dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) Permendag 36/2023, NIB tersebut hanya dapat dimiliki oleh kantor pusat. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 2 ayat (5) Permendag 36/2023 dijelaskan juga bahwa NIB yang berlaku sebagai API yang dimiliki oleh kantor pusat tersebut dapat digunakan oleh seluruh kantor cabang pemilik API apabila memiliki kegiatan usaha sejenis. Hal ini berarti, kantor cabang pemilik API yang memiliki kegiatan usaha sejenis tidak perlu melakukan pengurusan perizinan NIB yang berlaku sebagai API kembali. 

Selain hal tersebut, terlihat bahwa ketentuan Permendag 36/2023 juga memberikan perbedaan yang cukup mendasar pada NIB yang berlaku sebagai API-U dengan ketentuan Permendag 20/2021. 

Dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (13) Permendag 36/2023 terlihat bahwa NIB yang berlaku sebagai API-U hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan impor barang untuk tujuan diperdagangkan atau dipindahtangankan. Sedangkan pada Pasal 3 ayat (4) Permendag 20/2021 disebutkan bahwa NIB yang berlaku sebagai API-U diberikan terbatas pada importir yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan. 

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam Permendag 36/2023 telah memperluas cakupan kegiatan yang dapat dilakukan bagi badan usaha yang memiliki NIB yang berlaku sebagai API-U, di mana kegiatan impor barang yang dilakukan dapat ditujukan untuk kegiatan perdagangan atau pemindahtanganan.

Selain itu, perlu menjadi catatan bahwa NIB yang berlaku sebagai API-U hanya dapat dilakukan perubahan dari API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P. Perubahan tersebut dilakukan dalam hal:

  1. Importir yang telah memiliki Perizinan Berusaha di bidang impor dan/atau laporan surveyor telah merealisasikan seluruh impornya; dan
  2. NIB yang berlaku sebagai API-U telah melewati masa berlaku paling singkat 1 (satu) tahun.

Sama halnya dengan Permendag 20/2021, Permendag 36/2023 juga menentukan bahwa barang (dalam hal ini barang yang dimaksud adalah barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi) yang diimpor dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahkan ke pihak lain. 

Akan tetapi, terdapat perbedaan yang mendasar pada bagian pengecualian ketentuan tersebut. Dalam hal ini, Pasal 2 ayat (16) Permendag 36/2023 memberikan perluasan terhadap pengecualian larangan yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (15) Permendag 36/2023, dimana ketentuan larangan tersebut dikecualikan terhadap:

  1. Barang berupa bahan baku dan/atau bahan penolong sisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Barang modal yang diimpor dalam keadaan baru oelh API-P apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun;
  3. Barang manufaktur sebagai barang komplementer, untuk keperluan tes pasar, dan/atau pelayanan purna jual; dan/atau
  4. Barang yang diperdagangkan atau dipindahtangankan oleh Pelaku Usaha berupa badan usaha pemegang:
    1. Izin usaha pengolahan minyak dan gas bumi; dan
    2. Izin usaha niaga minyak dan gas bumi, yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.

Untuk menjamin proses kegiatan impor telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Hukumonline melalui Regulatory Compliance System (RCS) menghadirkan solusi teknologi bagi perusahaan untuk memudahkan proses mengidentifikasi, menganalisis, hingga mengupas secara detail kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan. 

Bagaimana RCS melakukannya?

Pemantauan Kewajiban Hukum Cukup dalam Satu Platform 

RCS mampu menganalisis dan mengekstraksi setiap kewajiban hukum setiap perusahaan berdasarkan aturan perundang-undangan. 


 

image.png

Selalu Ter-update dengan Perubahan Peraturan 

Dengan teknologi RCS, pelaku usaha dapat dengan mudah memantau tingkat kepatuhan hukum perusahaan secara terkini atau real-time sehingga dapat meningkatkan level kepatuhan hukum.

image.png

Proses Audit Kepatuhan Perusahaan Lebih Efisien 

Penyusunan aspek kepatuhan hukum secara sistematis dan komprehensif dalam RCS juga menjadi poin tambahan bagi pengguna dalam mempermudah melakukan audit sehubungan dengan pembentukan peraturan perusahaan yang dikehendaki. 

image.png

 

Dengan keunggulan-keunggulan yang ditawarkan oleh RCS, pelaku usaha tidak lagi perlu mengkhawatirkan tidak tercapainya standar hukum dan/atau risiko-risiko hukum dari tidak terpenuhinya peraturan perusahaan yang sesuai perundang-undangan. 

Tunggu apalagi? Coba sendiri manfaat dari RCS sekarang. Dapatkan informasi lebih lanjut terkait Regulatory Compliance System dan request demo gratis dengan klik di sini.

 

Kami memahami bisnis dan tantangan Anda.
Dapatkan solusi terbaik bagi kepatuhan hukum perusahaan Anda sekarang.
Hubungi Kami
whatsapp contact