pexels-alphatradezone-5833304.jpg
oleh Aisha Adelia

UU P2SK: Sinergisme Pengaturan di Sektor Keuangan

UU P2SK menjadi dasar hukum utama sektor keuangan yang akan melahirkan peraturan-peraturan baru.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menjadi capaian baru untuk pengaturan di sektor keuangan. Sebelumnya, ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor keuangan tersebar di belasan undang-undang. Selain itu, beberapa kegiatan usaha belum diatur pada level pusat. Dengan pendekatan omnibus, UU P2SK diharapkan dapat mewujudkan sektor keuangan yang lebih berkembang, inklusif, dan stabil.

Kini, UU P2SK mencabut 1 undang-undang dan mengubah 16 undang-undang lainnya. Terdapat dua fokus yang hendak dicapai, yaitu penguatan kelembagaan dan pengembangan sektor keuangan.

Pertama, mengenai penguatan kelembagaan, UU P2SK memperkuat koordinasi antarotoritas yang terlibat di sektor keuangan, yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Keempat lembaga tersebut tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang merupakan salah satu materi penting yang diatur dalam UU P2SK. Penguatan masing-masing lembaga juga dilakukan, misalnya dengan menambah kewenangan OJK atas pengawasan koperasi yang bergerak di sektor keuangan, aset digital, dan inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK).

Kedua, mengenai pengembangan sektor keuangan, UU P2SK berusaha menguatkan peran sektor keuangan sebagai sistem intermediasi antara penyedia dana dan pengguna dana, sekaligus meningkatkan literasi keuangan konsumen.

Untuk kegiatan usaha financial technology (fintech), UU P2SK memberikan kejelasan pengaturan pada level undang-undang. Ketentuan mengenai ITSK menegaskan peraturan-peraturan OJK sebelumnya yang berkaitan dengan inovasi keuangan digital, misalnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Ketentuan yang diatur, antara lain, adalah perizinan, uji coba inovasi (sandbox), dan kepesertaan dalam asosiasi.

Dalam rangka mendukung ITSK, UU P2SK mengatur reorganisasi dalam tubuh OJK. Hal ini dilakukan dengan membentuk jabatan baru, yaitu Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto.

Khusus untuk fintech yang melakukan kegiatan usaha pinjam-meminjam (lending), atau merupakan penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI), UU P2SK mengelompokkannya sebagai usaha jasa pembiayaan seperti lembaga pembiayaan dan perusahaan pergadaian. 

Konsekuensi dari pengelompokan baru ini diprediksi akan menghasilkan sinergisme pengaturan untuk penyelenggara LPBBTI, lembaga pembiayaan, dan perusahaan pergadaian.

Lebih lanjut, UU P2SK menegaskan ketentuan mengenai perlindungan konsumen. Dalam hal ini, otoritas mendapatkan kewenangan atas pengawasan perilaku pasar (market conduct) untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha.

Materi lain yang perlu diperhatikan adalah ketentuan baru mengenai restorative justice. UU P2SK mengenalkan sanksi penggantian kerugian kepada korban, yang dapat menjadi pemberat pidana yang dikenakan terhadap pelaku usaha.

Sebagai kesimpulan, UU P2SK berperan sebagai payung hukum sektor keuangan yang akan memantik lahirnya peraturan-peraturan baru. Hal ini semakin meningkatkan kompleksitas kegiatan usaha fintech, mengingat pelaku usaha harus memonitor baik peraturan yang ada saat ini (existing) maupun peraturan yang akan diterbitkan secara terkini (real-time). 

Dengan meningkatnya kewenangan pengawasan yang diamanatkan oleh UU P2SK dan sanksi yang dikenakan, pelaku usaha fintech diharapkan untuk selalu menjaga kepatuhan hukumnya.

Regulatory Compliance System sebagai Solusi Pemantauan Kewajiban Hukum
 

Untuk membantu pelaku usaha fintech, Hukumonline menawarkan Regulatory Compliance System (RCS) sebagai solusi pengelolaan kepatuhan hukum yang lebih efektif. RCS hadir dalam bentuk software bagi pelaku usaha untuk mengidentifikasi dan menganalisis kewajiban-kewajiban di bidang fintech

 

Selain itu, sistem pengelolaan kepatuhan (compliance management system) RCS juga mempermudah pelaku usaha untuk mengelola proses kepatuhan hukum di internal perusahaan secara cepat dan terintegrasi.

 

Pemantauan Kewajiban Hukum Cukup dalam Satu Platform

Sistem yang ditawarkan RCS mampu memetakan kewajiban dan sanksi secara sistematis, sehingga diharapkan dapat memudahkan pelaku usaha untuk mengetahui potensi risiko hukum dari setiap peraturan yang berdampak pada kegiatan usahanya.

image.png


 

Selalu Ter-update dengan Perubahan Peraturan

Dengan teknologi RCS, pelaku usaha dapat dengan mudah memantau kepatuhan hukum secara terkini (real-time) berdasarkan peraturan yang terbaru.

image.png


 

Proses Audit Kepatuhan Hukum Lebih Efisien

Proses pemantauan kepatuhan hukum yang sistematis dan komprehensif dalam RCS juga mempermudah pelaku usaha untuk melakukan audit.

image.png

Dengan keunggulan yang ditawarkan oleh RCS, pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan kompleksitas ketentuan hukum dan risiko yang mengintai, sebagai dampak dari tidak terpenuhinya kewajiban hukum.
 

Jadi, ini saatnya Anda memperoleh langsung manfaat dari RCS. Dapatkan informasi lebih lanjut terkait Regulatory Compliance System dan request demo gratis dengan klik di sini.


 

 

Kami memahami bisnis dan tantangan Anda.
Dapatkan solusi terbaik bagi kepatuhan hukum perusahaan Anda sekarang.
Hubungi Kami
whatsapp contact